KATA
PENGANTAR
Puj
isyukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmatnya sehingga kita dapat
menyelesaikan tugas makalah yang berjudul ”Transisi Menuju Demokrasi” sesuai waktu
yang sudah di tentukan. Semoga dengan tugas makalah ini kita dapat menambah wawasan
tentang kewarganegaraan khususnya “Transisi Menuju Demokrasi”,dimana kita bias lebih
mengenal perkembangan demokrasi di Indonesia dari sebelum merdeka sampai sesudah
merdeka.
Kami
menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah yang kami
buat.Oleh karena itu kami meminta kritik dan saran pembaca, untuk menyempurnakan
makalah yang kami buat.
Akhir kata semoga makalah
ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.
I.
PENDAHULUAN
1.
LATAR
BELAKANG
Masalah
yang kami bahasa adalah Transisi Menuju Demokrasi yang menjelaskan Proses
Politik yang melibatkan berbagai kelompok yang berrjuang untuk memperoleh kekuasaan
untuk mendukung atau menentang demokrasi serta tujuan-tujuan lainnya.
2.
TUJUAN
1.
Untuk menambah wawasan kita tentang
perkembangan demokrasi.
2. Untuk
menyadarkan kita arti pentingnya perkembangan demokrasi.
3. Untuk
memenuhi tugas kelompok kewarganegaraan.
4. Untuk
meningkatkan Nasionalisme dalam diri kita.
3.
RUMUSAN
MASALAH
1. Pengetian
Transisi Menuju Demokrasi.
2. Gelombang
transisi menuju demokrasi
3. Tipe
atau proses Transisi Menuju Demokrasi.
4. Faktor
dan kendala transisi menuju demokrasi
5. Pemimpin
di masa transisi
6. Masa
Transisi Otoriter-Demokrasi
7.
Pergolakan Politik 1998 Sebagai Masa
Transisi
8.
Orde
lama – orde baru, reformasi
9.
Faktor
Penyebab Munculnya Reformasi
II.
PEMBAHASAN
·
Pengertian transisi menuju demokrasi
Dalam Kamus bahasa Latin, “Transisi” berasal dari kata “trans”dan “cendo”. Trans
sendiri berarti di seberang, di sebelah sana, dibalik, menyebrangi, sedangkan
cendo berarti melangkah ke sesuatu yang lain, berpindah. Jadi transisi berarti
melangkah ke seberang, berpindah ke sebelah sana. Pengertian “Transisi” dalam
kamus umum Bahasa Inggris karangan John Nt. Echols dan Hasan Shadily adalah
peralihan, dari kata “transition” yang juga bisa diartikan dengan masa
peralihan atau pancaroba. Apabila terminology “transition” ini digabungkan,
dengan istilah “power”; maka
padanan kata itu akan menjadi “power
transition” yang berarti “peralihan kekuasaan”. Sedangkan jika dipadukan
dengan kata demokrasi menjadi “transition
to democratic” yang berarti perubahan ke demokrasi atau peralihan ke
demokrasi. apabila kata “transition” itu
dipadukan dengan kata “democraticy” akan
menjadi “transition to democracy ”
yang berarti perubahan ke demokrasi atau peralihan ke demokrasi. Yang berubah
dan beralih di sini adalah suatu masa atau periode sebelum terjadinya transisi.
Periode itu adalah periode sebelum beralih ke demokrasi. Nama dari periode itu
adalah periode nondemokrasi, entah itu periode kekuasaan monarki absolut, kekaiseran sulstanistik, patrimonial,
kediktatoran pribadi, kediktatoran militer, kediktatoran partai atau
model-model lain dari rezim otoritarian. Jadi jelas bahwa defenisi
transisi di sini adalah suatu masa peralihan kekuasaan dari kekuasaan otoriter
ke kekuasaan demokratik atau dari sistem otoriter ke sistem demokratik..
Atau menurut kami transisi menuju demokrasi, yang pertama dari
kata transisi adalah masa peralihan dari keadaan (tempat, tindakan, dsb)
pada yang lain: masa -- , masa
peralihan; masa pancaroba: pada masa
-- pada umumnya keadaan belum stabil. Demokrasi adalah bentuk pemerintahan di mana hak-hak
untuk membuat keputusan-keputusan politik digunakan secara langsung oleh setiap
warga negara yang diaktualisasikan melalui prosedur Pemerintahan mayoritas,
yang biasa dikenal dengan sebutan Demokrasi langsung. Jadi transisi menuju
demokrasi adalah suatu keadaan yang ada dalam suatu Negara yang belum
dibentuk pemerintahannya atau suatu
keadaan yang ada dalam suatu Negara sebelum demokrasi.
Demokrasi menurut beberapa ahli :
Menurut Samuel
Huntington (1991:44), demokratisasi pada tingkatan yang sederhana mencakup
(1) sebuah rezim otoriter, (2) dibangunnya sebuah rezim demokrasi, (3)
konsolidasi. Jika mengikuti Robert A.
Dahl (1991:54), demokratisasi berarti Proses perubahan rezim otoritarian
(hegemoni atau pemimpin tertutup )yang tidak memberi kesempatan pada
partisipasi dan liberalisasi menuju poliarki yang memberi derajat kesempatan
partisipasi dan liberasasi yang
lebih tinggi. Transisi demokrasi pada suatu negara menurut Lipset (1963). Terjadi apabila terjadi pertumbuhan ekonomi dan
pertambahan masyarakat terdidik. la beralasan, dengan masyarakat yang
telah sejahtera secara ekonomi dan semakin tingginya tingkatan semakin terbuka
mekanisme pengambilan keputusan untuk urusan-urusan publik, dan semakin
terbukanya kesempatan untuk ikut berpartisipasi dalam menentukan
keputusan yang penting, yang menyangkut kepentingan publik. Argumen yang sama
tetapi dengan perspektif dan metode yang berbeda juga diungkapkan oleh Moore
(1996) Kalau Lipset lebih
bertumpu pada paradigma modernisasi, yang menyetujui lahirnya masyarakat
kapitalis, sedangkan Moore, lebih
bertumpu pada perubahan cara produksi feodolis ke cara produksi kapitalis. Sedangkan
menurut O’Donnell, Schmitte”, dan Whitehead (kelompok sarjana-sarjana
kiri) yang memfokuskan studi di Amerika Latin, beranggapan bahwa pembangunan di
negara-negara terbelakang dengan kapitalisme barat mensyaratkan adanya
stabilitas politik dengan menekan partisipasi massa dalam politik untuk
mengamankan pembangunan ekonomi dan modal kapitalis mancanegara. Agen yang
paling memungkinkan untuk menciptakan stabilitas politik ini adalah negara. di
bawah komando militer. Oleh karena itu demokrasi, di mana peran negara menjadi
begitu sentral, sementara massa disingkirkan dari proses menurut O’Donnell
pembangunan di negara-negara terbelakang bukannya mendorong politik. O’Donnell
menyebut fenomena ini sebagai Bureaucratic autliontarianism. Kritik terhadap Bureaucratic authoritarinnism telah
banyak dilakukan, termasuk oleh R.
William Liddle dan Saiful Mujani
(2000:56), thesis O’Donnell ini dibangun atas dasar pilihan atas kasus (case selection) secara selektif
sehingga biasa. O’Donnell tidak menghiraukan pembangunan ekonomi di
negara-negara “si Timu.- seperti Jepang, Korea Selatan, Taiwan, dan Hongkong
pada tahun 80-an. Mereka melakukan demokratisasi di negaranya dengan bertumpu
pada ekonomi pasar termasuk di Asia Tenggara negera-negara Bekas Uni Soviet,
dan Eropa Timur. Menurut Liddle dan Mujani setelah O’Donnel mengetahui bahwa
argumen Bureaucratic autlioritarianism
tidak realistik, penghujung tahun 80-an beralih ke pendakatan elite untuk
menjelaskan variasi muncul dan stabilnya demokrasi. Mereka berkesimpulan bahwa,
munculnya rezim demokasi adalah suatu “kebetulan” sejarah yang tidak bisa
dijelaskan. Elit dinilai penting dalarn proses transisi ke rezim demokrasi
tetapi kapan elit menjadi pro demokrasi dan kapan tidak, menurutnya tidak bisa
dijelaskan. Konsep ini juga telah dikritik oleh Prezeworski dan Lunongi,
yang datang juga dari lingkaran Kiri. Elit melakukan pro demokrasi karena
mereka menggunakan rational
choice theory (teori pilihan rasional) (Almond , 1990:117). Menurut pendekatan
ini elit ini, diasumsikan bahwa transisi jadi rezim nondemokrasi ke rezim
demokrasi sebagian besar ditentukan oleh inisiatif, kompromi, dan kalkulasi
rasional elit politik. Pilihan atas demokrasi dipandang memungkinkan elit
mencapai tujuan politiknya. Motif dan kalkulasi elit seperti ini tentu saja
akan ditemukan dikalangan elit politik pada umumnya.
Secara urut demokratisasi mencakup beberapa proses atau
tahapan yang saling berkaitan, yaitu: liberalisasi, transisi, instalasi dan konsolidasi.
Liberalisasi adalah proses mengefektifkan
hak-hak politik yang melindungi individu dan kelompok sosial dari tindakan
sewenang-wenang atau tidak sah yang dilakukan oleh negara atau pihak ketiga
(O’Donnell & Philippe Schimitter, 1986). Pada tahap ini biasanya ditandai kekuasaan
untuk membuka peluang terjadinya kompetisi politik, dilepaskannya tahanan
politik, dan diberikannya ruang kebebasan pers.
Ada
dua catatan yang bisa diajukan terhadap O’Donnell khususnya pada proses sebelum
memasuki tahap transisi. Dia tidak melakukan elaborasi yang menyeluruh mengenai tahap decomposing politics
sebelum tahap liberalisasi.
transisi, yaitu titik awal atau interval
(selang waktu) antara rezim otoritarian dengan rezim demokrasi. Transisi
diawali dengan keruntuhan rezim otoriter lama yang kemudian diikuti dengan
pengesahan lembaga politik peraturan politik baru di bawah payung demokrasi.
Pada tahap ini ditandai dengan adanya pemilu. Dalam konteks Indonesia tidak
partai perubahan format politik baru yang secara diametral berubah dari format
masa sebelumnya.
Konsolidasi tahap ini setelah transisi, Proses konsolidasi jauh lebih komplek
dan panjang dibandingkan transisi. la merupakan proses yang mengurangi
kemungkinan pembalikan demokrasi. Didalamnya diwarnai proses negosiasi. Pada
fase ini partai politik perlu melakukan pelatihan terhadap kader-kadernya media
massa, asosiasi-asosiasi perdagangan, lembaga-lembaga swadaya masyarakat perlu
mengembangkan kapasitasnya untuk bertindak secara mandiri terlepas pada
pengaruh negara dan ‘payung’ negara. Pada tahap ini sering juga disebut sebagai
tahap kampanye yang digerakkan pada dua front sekaligus. Di satu pihak adalah
perjuangan melawan kekuatan-kekuatan anti-demokratis yang mungkin tidak pernah
mau mengalah. Di pihak lain adalah perjuangan menampung unsur-unsur yang
bersifat memecah belah dari siste politik itu sendiri, misalnya persaingan
memperebutkan jabatan di pemerintahan dan godaan untuk memperlakukan politik
sebagai sebuah pertandingan di mana para pemenanglah yang menguasai semua
hadiah.
Minimal ada empat komponen atau pilar utama dari demokrasi
yang sedang berjalan, yaitu :
a.
pemilihan
umum yang bebas dan adil.
b.
pemerintahan
yang bertanggung jawab.
c.
hak-hak
politis dan sipil , dan
d.
suatu
masyarakat yang demokratis atau masyarakat Madani.
Jika transisi hanya menghasilkan otoritarian baru, maka
Konsolidasi yang terjadi adalah pemantapan rezim otoriter baru. sebaliknya,
jika yang dihasilkan transisi adalah instalati demokrasi maka rezim demokrasi
yang baru itu akan dikonsolidasi. Proses konsolidasi jauh lebih komplek dan
panjang dibandingkan transisi. la merupakan proses yang mengurangi kemungkinan
pembalikan demokrasi. Di dalamnya diwarnai proses negosiasi. Transisi hendak
mempromosikan sistem baru ketimbang merusak sistem lama. Transisi adalah
tahapan awal terpenting yang sangat menentukan dalam proses demokrasi. Sebagian
besar kajian para ilmuwan difokuskan pada transisi menuju demokrasi itu. Dalam
transisi pasti terjadi liberalisasi yang mungkin akan diakhiri dengan instalasi demokrasi.